1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi). 2,3
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. 2,3
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. 2,3
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. 2,3
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. 2,3
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. 2,3
7. Luka Bakar (Combustio) 2,3
8. Luka gigitan hewan, disebabkan karena adanya gigitan dari hewan liar atau hewan piaraan. Hewan liar yang biasanya mengigit adalah hewan yang ganas dan pemakan daging, yaitu dalam usaha untuk membela diri. 2,3
Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka compang camping luas yang berat. 2,3
Macam-macam jenis luka
Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.2,3
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.2,3
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.2,3
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. 2,3
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
• Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. 2,3
• Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. 2,3
• Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. 2,3
• Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. 2,3
Proses Penyembuhan
Penyembuhan luka berlangsung secara berturutan melalui beberapa fase seperti berikut:
• Induksi inflamasi oleh jejas inisial
• Pembentukan jaringan granulasi dan reepitelialisasi.
• Pengendapan dan remodeling matriks ekstrasel dengan kontraksi luka.
Stadium penyembuhan luka.4,5
Fase peradangan/inflamatori
• Segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari
• Dua proses utama ialah hemostasis dan fagositosis
• Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka
• Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyaipkan matriks fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.
• Scab (keropeng) juga dibentuk di permukaan luka.
• Di bawah scab, sel epitel berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
• Memerlukan pembuluh darah dan respon seluler untuk mengangkat benda asing dan jaringan mati.
• Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Daerah luka tampak merah dan bengkak.
• Leukosit terutamanya neutrofil berpindah ke daerah interstitial yang ditempati makrofag yang keluar lebih kurang 24 jam setelah luka.
• Makrofag menelan mikroorganisme dan sel debris melalui fagositosis.
• Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Fase Proliferatif
• Dimulai selama stadium peradangan dan berlanjut selama sekitar 21 hari.
• Tepi luka tampak merah muda cerah dan ridge penyembuhan terbentuk 5 sampai 7 hari setelah insisi.
• Terjadi tiga kejadian utama yaitu epitelisasi, neovaskularisasi dan sintesis kolagen.
• Epitelisasi dimulai dalam 24 jam setelah insisi. Mitosis sel basal dan migrasi sel basal marginal bekerja sama untuk memjembatani celah yang tercipta oleh insisi.
• Dalam 48 jam, keseluruhan daerah telah dire-epitelisasi.
• Neovaskularisasi terjadi akibat angiogenesis. Proses ini dimulai 2 hari setelah operasi dan mencapai aktivitas puncak dalam 7 hari.
• Sel-sel endotel pembuluh yang ada berproliferasi untuk membentuk kapiler baru yang menyebabkan tepi luka tampak berwarna merah muda terang.
• Fibroblast dengan cepat mensintesis kolagen dan bahan dasar (ground substance) dan puncak produksi berlangsung dari hari ke-5 sampai ke-7.
• Kolagen jaringan nonluka cukup kuat tetapi kolagen yang baru terbentuk terdiri atas serat berukuran kecil dan kurang teratur serta lemah.
• Kekuatan peregangan kolagen ini meningkat dengan cepat setelah hari ke-5.
Fase pematangan
• Dimulai sekitar 21 hari setelah insisi dan dapat berlangsung setahun atau lebih.
• Kolagen yang dihasilkan lebih tebal dan kompak. Serat-seratnya mulai membentuk ikatan silang. Kedua ini meningkatkan kekuatan peregangan luka.
• Remodeling kolagen yang bermakna terjadi selama stadium ini, disertai pembentukan dan penyerapan jaringan parut.
• Reabsorpsi kelebihan kolagen akan menimbulkan remodeling jaringan parut, meningkatkan kelenturannya dan menyebabkan kontraksi luka.
• Mekanisme kontraksi lebih disebabkan oleh kontraksi miofibroblas yang terdapat di seluruh tubuh terutama terpusat di sekitar luka terbuka.
• Remodeling berlangsung lebih lama pada orang muda
Penyembuhan luka pada kulit menunjukkan prinsip-prinsip perbaikan untuk sebagian besar jaringan tubuh. Epitel akan dibangun kembali dan hanya sedikit pembentukan parut pada luka yang sangat superficial. Pada jejas yang lebih luas, mungkin tidak sempurna hasilnya secara fungsional. 4,5
Luka kulit sembuh melalui proses penyembuhan primer atau penyembuhan sekunder. Proses penyembuhan tersebut pada dasarnya merupakan proses yang sama namun perbedaannya lebih karena sifat luka itu sendiri yaitu dari segi keluasannya. 4,5
Penyembuhan Primer (luka dengan kedua tepi yang bertemu) 4,5
Penutupan dengan primary intention digunakan untuk luka bersih yang tepi-tepinya dapat dengan tepat didekatkan satu sama lain. Penyembuhan berlangsung secara sisi-ke-sisi. Luka insisi bedah yang bersih dengan kedua tepi yang dirapatkan akan mengurangi kematian sel dan menyebabkan gangguan membrane basalis yang minimal.
Proses penyembuhannya merangkumi beberapa tahap yaitu:
• 0 jam: Luka insisi terisi oleh bekuan darah.
• 3 hingga 24 jam: Sel-sel neutrofil menginfiltrasi bekuan.
• 24 hingga 48 jam: sel-sel epitel bermigrasi dari bagian tepi luka dengan menumpuk membrane basalis; proliferasi terjadi minimal.
• Hari ke-3: Sel-sel neutrofil digantikan oleh makrofag. Jaringan granulasi mulai muncul.
• Hari ke-5: Ruang bekas insisi terisi oleh jaringan granulasi; neovaskularisasi dan proliferasi epitel terjadi maksimal; fibril kolagen mulai terlihat.
• Minggu ke-2: Inflamasi, edema dan peningkatan vaskularitas telah mereda; proliferasi fibroblast menyertai pengendapan kolagen yang terus terjadi.
• Bulan ke-2: Jaringan parut kini terdiri atas jaringan ikat tanpa inflamasi yang tertutup oleh epidermis yang utuh. Kekuatan pada luka untuk menghadapi regangan akan terus bertambah.
• 0 jam: Luka insisi terisi oleh bekuan darah.
• 3 hingga 24 jam: Sel-sel neutrofil menginfiltrasi bekuan.
• 24 hingga 48 jam: sel-sel epitel bermigrasi dari bagian tepi luka dengan menumpuk membrane basalis; proliferasi terjadi minimal.
• Hari ke-3: Sel-sel neutrofil digantikan oleh makrofag. Jaringan granulasi mulai muncul.
• Hari ke-5: Ruang bekas insisi terisi oleh jaringan granulasi; neovaskularisasi dan proliferasi epitel terjadi maksimal; fibril kolagen mulai terlihat.
• Minggu ke-2: Inflamasi, edema dan peningkatan vaskularitas telah mereda; proliferasi fibroblast menyertai pengendapan kolagen yang terus terjadi.
• Bulan ke-2: Jaringan parut kini terdiri atas jaringan ikat tanpa inflamasi yang tertutup oleh epidermis yang utuh. Kekuatan pada luka untuk menghadapi regangan akan terus bertambah.
Penyembuhan sekunder (luka dengan kedua tepi yang terpisah) 4,5
Penutupan dengan secondary intention digunakan untuk luka yang menyebabkan kehilangan jaringan misalnya ulkus kulit dan pembersihan luka bakar jika aproksimasi tepi-tepi luka tidak memungkinkan.
Keadaan ini terjadi ketika kehilangan jaringannya lebih luas. Respons inflamasi yang terjadi tampak lebih besar, dan jaringan granulasinya jauh lebih banyak; pada keadaan ini terdapat pengendapan jaringan parut yang sangat besar dan epidermis yang menutupinya tampak tipis. Penyembuhan terjadi melalui pembentukan jaringan granulasi yang berjalan dari bawah ke atas. Yang paling signifikan, penyembuhan sekunder ditandai oleh kontraksi luka yaitu ukuran defek akan berkurang secara nyata dibandingkan ukuran semula dan keadaan ini terutamanya terjadi melalui aktivitas kontraktil sel-sel miofibroblas. 4,5
Faktor yang mempengaruhi penyembahan luka.
1. Usia, Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan. 2,3
2. Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka. 2,3
3. Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 2,3
4. Hematoma, Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka. 2,3
5. Benda asing, Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). 2,3
6. Iskemia, Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri. 2,3
7. Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. 2,3
8. Pengobatan, Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera,• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. 2,3
Penanganan Luka
Penatalaksanaan/Perawatan Luka (Medikamentosa dan Nonmedikamentosa)
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. 2,3
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
• Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
• Halogen dan senyawanya
o Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
o Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
o Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
o Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
• Oksidansia
o Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan fungisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
o Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
• Logam berat dan garamnya
o Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
o Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
• Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
• Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal..
Non Medika Mentosa
Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris. Pencucian luka yang seksama 2 hingga 3 kali sehari akan membuang sekret yang tercemar bakteri. 2,3
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu:
• Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
• Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
• Berikan antiseptik
• Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
• Bila perlu lakukan penutupan luka
Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam. Benang dapat dibedakan menjadi dapat diserap dan tidak dapat diserap. Benang yang dapat diserap merupakan material sintetis seperti asam poliglikolat atau material biologis seperti “catgut” biasa. Benang yang dapat diserap biasanya dibenamkan. Benang yang tidak dapat diserap digunakan untuk kulit , dan dapat digunakan pada jaringan subkutan, fasia dan memperbaiki orgain lain. 2,3
Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor, gigitan hewan dan manusia, luka remuk yang berat dan terabakan. Penutupan plester menurunkan risiko terinfeksi dibanding penjahitan dan dapat dipertimbangkan untuk luka berisiko tinggi. 2,3
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor, gigitan hewan dan manusia, luka remuk yang berat dan terabakan. Penutupan plester menurunkan risiko terinfeksi dibanding penjahitan dan dapat dipertimbangkan untuk luka berisiko tinggi. 2,3
Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. 2,3
Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi. 2,3
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi. 2,3
tq artikelnya bermanfaat,,, nenengin aq yg ge punya luka tusuk (Punctured Wound),,, tiap hri hrus cuci dklinik,,,,, cpk bngt rasanya nhan saki....